Fantastis! Gaji Dirut Pertamina Patra Niaga Capai Rp21,8 Miliar/Tahun, Tapi Masih Tersandung Korupsi
TRANSFORMASINUSA.COM | Jakarta,Kasus dugaan korupsi di industri perminyakan kembali mengguncang Tanah Air. Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka dalam dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Salah satu yang paling disorot adalah Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Riva diduga terlibat dalam praktik korupsi yang menyeret sejumlah nama besar lainnya, termasuk Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR), putra dari pengusaha minyak ternama Mohammad Riza Chalid. "Menetapkan tujuh orang saksi menjadi tersangka," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, pada Senin, 24 Februari 2025.
Lantas, berapa sebenarnya gaji Dirut Pertamina Patra Niaga yang kini terseret kasus korupsi ini? Menurut laporan keuangan 2023 PT Pertamina Patra Niaga, total kompensasi untuk Dewan Direksi dan Komisaris mencapai US$19.108.000 atau setara Rp312 miliar per tahun. Dengan asumsi pembagian yang merata di antara tujuh anggota Dewan Direksi dan tujuh anggota Dewan Komisaris, setiap anggota diperkirakan menerima sekitar US$1.364.857 atau setara Rp21,8 miliar per tahun. Ini berarti, gaji bulanan yang diterima mencapai sekitar Rp1,8 miliar.
Selain gaji pokok, Direksi Pertamina Patra Niaga juga menerima berbagai tunjangan, termasuk tunjangan hari raya (THR), tunjangan perumahan sebesar 85% dari tunjangan Direktur Utama, asuransi purna jabatan dengan premi 2,5% dari gaji tahunan, serta fasilitas kendaraan dinas, kesehatan, dan bantuan hukum.
Ironisnya, meskipun menerima kompensasi yang sangat besar, Riva Siahaan diduga terlibat dalam praktik korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun. Kasus ini bermula dari kewajiban Pertamina untuk mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri sebelum melakukan impor, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018. Namun, dalam praktiknya, tersangka diduga melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir yang menyebabkan produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap, sehingga harus mengimpor minyak dengan harga lebih tinggi.
Kasus ini menambah daftar panjang skandal korupsi di sektor energi Indonesia, dan masyarakat berharap penegak hukum dapat mengusut tuntas serta memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelakunya. (Sheno)
[ RED ] MEDIA CORPORATE TNC GROUP
Posting Komentar