Hadiri Acara PWI, Wilson Lalengke: Pendukung Dedengkot Koruptor adalah Koruptor
TRANSFORMASINUSA.COM,Jakarta – Beredar kabar di media tentang kegiatan pelantikan pengurus daerah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Barat yang dilakukan oleh terduga koruptor PWI, Hendry Ch Bangun. Acara yang berlangsung di Pontianak pada tanggal 9 Juli 2024 lalu itu dihadiri pula oleh Kabidhumas Polda Kalbar, KBP Raden Petit Wijaya, S.I.K., M.H, mewakili Kapolda Kalbar.
Berita terkait di sini: https://mediakota.com/news-16119-polda-kalbar-apresiasi-atas-dilantiknya-ketua-dan-perangkat-pwi-provinsi-kalbar.html
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menyatakan sangat menyayangkan kehadiran petinggi Polda Kalbar ke acara tersebut. Menurutnya, kehadiran pejabat setingkat perwira menengah di sebuah acara yang dilakukan oleh lembaga yang diketahui dihuni oleh para dedengkot koruptor seperti PWI adalah sesuatu yang sangat memalukan.
“Saya tidak mempersoalkan kegiatan teman-teman pengurus pusat PWI yang sudah rusak akibat kelakuan para pengurusnya yang mengemplang uang rakyat pada kasus korupsi dan atau penggelapan dana hibah BUMN itu, tapi penting sekali kita mengkritisi pola pikir dan sikap serta perilaku pejabat yang celana dalamnya dibeli dari uang rakyat berdekat-dekatan dengan para dedengkot koruptor PWI ini. Hal itu sangat memalukan!” cetus alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, Kamis, 11 Juli 2024.
Semestinya para pejabat negara, baik di pusat maupun di daerah, memahami benar arti bernegara yang dikelola dengan membebani rakyat melalui penggunaan uang rakyat. Hal itu dapat ditunjukkan dengan menempatkan diri sebagai pejabat yang anti korupsi uang rakyat. Ketika seseorang atau sesuatu pihak memperlihatkan dukungannya kepada para terduga koruptor uang rakyat, maka mereka tidak ubahnya adalah pendukung koruptor, dan secara hakekat dapat dikategorikan sebagai koruptor.
“Saya menilai para pendukung dedengkot koruptor adalah koruptor juga, minimal mereka merasa atau bersikap ‘tidak masalah’ terhadap perilaku-perilaku bejat semacam itu. Oknum-oknum pendukung semacam inilah yang mempersubur tumbuhnya koruptor di Indonesia. Apalagi jika aparat penegak hukum yang berperan menjadi pendukung dedengkot koruptor PWI itu, yaa pasti si dedengkot merasa bangga dan nyaman, tidak akan ada yang mempersoalkan perilaku koruptif mereka. Sungguh miris, kita hidup di negara yang penuh dengan aparat sontoloyo,” sungut Wilson Lalengke kesal.
Oleh karena itu, sambung wartawan senior yang sangat anti korupsi ini, dirinya mendesak agar Polri segera memperoses laporan LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) tentang dugaan penggelapan dana miliaran rupiah hibah BUMN yang dilakukan oleh Hendry Ch Bangun dan kawan-kawannya. “Jika Polri mau terlihat penting bagi rakyat, dicintai dan dihormati rakyat, segera dong usut tuntas laporan masyarakat terkait dugaan korupsi para oknum pengguna uang rakyat seperti dugaan penggelapan dana hibah BUMN yang dilakukan para dedengkot koruptor PWI peternak koruptor binaan Dewan Pers yang sudah dilaporkan LSM LIRA sejak beberapa bulan lalu. Jangan malah dipeti-eskan,” ujar tokoh pers nasional yang juga telah menyampaikan laporan dugaan korupsi dana hibah BUMN tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia ini.
Selain itu, terkait kehadiran pejabat Polda Kalbar di acara yang diadakan terduga koruptor Hendry Ch Bangun di Pontianak lalu, Wilson Lalengke meminta Kapolri agar segera mencopot KBP Raden Petit Wijaya dari jabatannya sebagai Kabidhumas Polda Kalbar. “Kapolri harus konsisten dengan ucapan-ucapannya yang akan menindak anggotanya yang tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan benar. Kapolri juga semestinya malu atas kinerja bobrok jajarannya di mana-mana, yang oleh sebab itu dia harus segera berbenah. Salah satunya adalah dengan bertindak tegas dalam memberikan sanksi dan hukuman terhadap semua anggota Polri yang buruk pikir, buruk sikap, dan buruk laku saat melaksanakan tugas,” kata lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, England, itu. (APL/Red)