Adanya Dugaan Atas Perbuatan Melawan Hukum: DPP LSM Ombak Banten Akan Desak PT. PCM
TRANSFORMASINUSA.COM | Cilegon - Pemerintah haruslah tegas dalam sebuah penindakan hukum terkait adanya persoalan yang kerap terjadi di daerah, agar dimana bisa meminimalisir akan terjadinya pelanggaran pelanggaran yang sudah dilakukan secara sengaja maupun tidak di sengaja.
Seperti halnya yang juga telah terjadi dan dilakukan oleh pihak pihak perusahaan yang diketahui sudah melanggar ketentuan hukum yang suda berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesis (NKRI), untuk memberikan sangsi sesuai ketentuan hukum.
Seperti menurut salah satu Lembaga Sosial Kontrol (LSM) Popy, selaku Ketua Dpp Lsm Ombak telah menjelaskan kepada wartawan, usai dirinya melakukan koordinasi dengan cara melayangkan surat resmi secara Kelembagaan terhadap pihak Perusahaan PT. PCM yang beralamatkan Metak Kota Cilegon Provinsi Banten.
"Pihak perusahaan PT. PCM ini diduga keras sudah menabrak ketentuan hukum, dan tidak mengikuti sesuai aturan dan ketentuan, imbuhnya, seraya Popy, kembali meneruskan",
Maka itu atas asas praduga tidak bersalah ini kami dari Dpp Lsm Ombak-Banten akan mendesak seluruh pihak terkait untuk meminta penindakan, dan segera agar izin perusahaan dicabut", tegas Popy.
"Pemerintah jangan tanggung-tanggung untuk mencabut izin perusahaan yang diduga sudah merusak hutan mangrove di warnasari yang disinyalir bahwa lokasi tersebut juga merupakan lahan milik Pemkot Cilegon dengan peruntukan pembangunan pembangunan pelabuhan, tegasnya.
Popy, Ia juga kembali menambahkan, bahwa sejauh ini pihaknya sudah melakukan kajian secara hukum.
Sebab Jika mengacu aturan hukum yang berlaku, maka perusahaan yang melakukan pengerusakan mangrove itu harus diberikan sanksi yang tegas, dengan berdasarkan ketentuan aturan hukum yang mengatur tentang perperlindungan hutan mangrove Pasal 35 Huruf (e) dan (f) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berbunyi:
“Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap Orang secara langsung atau tidak langsung dilarang:
(e). menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (f). melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dari ketentuan aturan hukum ini, setiap orang atau badan hukum yang melanggar diancam dengan ketentuan Pasal 73 Ayat (1) Huruf (b) yang berbunyi “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
"Sudah jelas aturan hukum yang mengatur, jadi tidak ada alasan lagi dalam penegakan hukum khususnya kasus pengerusakan mangrove.
Yang jelas, dalam hal ini kami dari LSM Ombak Banten sudah koordinasi langsung dengan pihak perusahaan PT. PCM (Pelabuhan Cilegon Mandiri) dengan cara mengirimkan surat konfirmasi yang ditujukan kepada Direktur Utama PT. PCM.
"Sebab dalam sebuah rencana pelaksanaan pembangunan pelabuhan ini, Lahan Warnasari yang dinyatakan adalah lahan milik Pemkot Cilegon diduga juga disewakan kepada PT. LCI +-10 H, m2 yang mengakibatkan terjadinya pengrusakan hutan mangrove", tutup Popy,selaku Ketua Umum Dpp Lsm Ombak Banten, diakhir keterangan nya. (*)
[ RED/ TIM ]